Kondisi Sosial Budaya Pada Masa Revolusi
Surabaya
menjadi ajang pertempuran yang paling hebat selama revolusi, sehingga menjadi
lambang perlawanan nasional. Soetomo, orang yang lebih dikenal dengan Bung Tomo
meggunakan radio setempat untuk menimbulkan suasana revolusi yang fanatik ke
seluruh penjuru kota. Di kota yang sedang bergolak ini kira-kira 6.000 pasukan
inggris yang terdiri dari serdadu-serdadu india tiba pada tanggal 2 Oktober
untuk mengungsikan para tawanan. Sekitar 2.000 TKR yang baru saja terbentuk dan
sebanyak kurang lebih 120.000 orang dari badan-badan perjuangan siap untuk
membantai prajurit-prajurit India tersebut, meskipun persenjataan mereka sangat
tidak memadai. Pada tanggal 30 oktober diadakanlah gencatan senjata. Akan tetapi
pertempuran meletus lagi dan panglima pasukan inggris setempat, brigadier
jenderal A.W.S. Mallaby terbunuh. Pada tanggal 10 November subuh,
pasukan-pasukan inggris memulai suatu aksi pembersihan berdarah sebagai hukuman
di seluruh pelosok kota di bawah lindungan pengeboman dari udara dan laut,
dalam menghadapi perlawanan Indonesia yang fanatik. Ribuan rakyat Indonesia
gugur dan ribuan lainnya meninggalkan ota yang hancur tersebut.
Pihak
Republik kehilangan banyak tenaga manusia dan senjata dalam pertempuran
Surabaya, tetapi perlawanan mereka yang bersifat pengorbanan tersebut telah
menciptakan suatu lambang dan pekik persatuan demi revolusi. Banyak orang
Belanda telah benar-benar merasa yakin bahwa Republik hanya mewakili
segerombolan kolaborator yang tidak mendapat dukungan rakyat. Tak
seorangpun pengamat yang serius dapat mempertahankan anggapan seperti itu.
Kepercayaan kekebalan, ramalan-ramalan dan tradisi-tradisi pribumi lain,
mendalamnya ketegangan-ketegangan sosial pribumi atau daya tarik kekerasan bagi
rakyat Indonesia, membuat gagasan mengenai suatu revolusi sosialis
internasional yang akan bersifat demokratis, anti bangsawan, dan anti fasis
sulit diterapkan di Indonesia.
Keadaan
di dalam Republik di Jawa pada tahun 1948 sangat gawat. Kekuasaan republik
secara efektif terdesak ke wilayah pedalaman Jawa Tengah yang sangat padat
peduduknya dan kekurangan beras, dimana penderitaan semakin meningkat sebagai
akibat blokade belanda dan masuknya sekitar enam juta pengungsi dan tentara
republik. Pemerintah Republik mencetak lebih banyak uang lagi untuk menutup
biaya sehingga inflasi pun melonjak. Akan tetapi, tindakan ini bukannya tanpa
akibat-akibat yang menguntungkan. Dengan meningkatnya inflasi dan harga beras,
maka meningkat pula penghasilan para petani dan sebagian besar hutang mereka
dapat dilunasi, sementara penghasilan para pekerja merosot.
Pada
tanggal 29 Agustus 1947 secara sepihak mereka memproklamirkan apa yang
dinamakan “garis van mook”. Menurut garis Van Mook, republik itu dibatasi
hingga lebih sedikit dari sepertiga wilayah jawa – wilayah tengah bagian timur
(dikurangi pelabuhan-pelabuhan parairan laut-dalam) dan ujung yang paling utara
dari pulau itu. Separuh Madura, dan bagian paling luas tetapi paling miskin
dari Sumatera.
Komentar
Posting Komentar