Filsafat Politik sebagai Filsafat Kesadaran
Peneliti PhD di Munich, Jerman, Dosen di Unika Widya Mandala, Surabaya
Setelah sekitar 15 tahun mendalami filsafat politik, saya
semakin sadar, bahwa filsafat politik, pada hakekatnya, adalah filsafat
kesadaran. Esensi dari filsafat politik adalah filsafat kesadaran. Dua
konsep ini, yakni filsafat politik dan filsafat kesadaran, tentu perlu
dijelaskan terlebih dahulu. Mari kita mulai dengan arti dasar dari
filsafat.
Filsafat adalah pemahaman tentang kenyataan yang diperoleh
secara logis, kritis, rasional, ontologis dan sistematis. Kenyataan
berarti adalah segala yang ada, mulai dari jiwa manusia, politik,
ekonomi, budaya, seni sampai dengan kesadaran. Logis berarti filsafat
menggunakan penalaran akal budi manusia. Filsafat bukanlah mistik yang
melepaskan diri dari penalaran akal budi.
Pandangan yang rasional adalah buah dari penalaran semacam
ini. Rasional berarti suatu pernyataan atau pemahaman bisa diterima
dengan akal budi, lepas dari latar belakang orang yang mendengarnya.
Orang bisa berasal dari agama apapun, termasuk ateis, namun tetap bisa
memahami pernyataan tersebut. Kritis berarti filsafat selalu
mempertanyakan segala sesuatu, termasuk jawaban yang dihasilkannya
sendiri.
Dalam arti ini, filsafat tidaklah pernah selesai. Ia
bersifat terbuka, dan selalu berakhir dengan pertanyaan baru. Ia
bagaikan petualangan intelektual yang tak pernah berhenti. Pertanyaan
dan jawaban diarahkan pada unsur dasar, atau hakekat, dari apa yang
dibicarakan. Inilah yang disebut sebagai ciri ontologis dari filsafat,
yakni menggali sampai ke dasar dari apa yang sedang menjadi tema
diskusi. Semua bentuk jawaban dan pertanyaan di dalam filsafat kemudian
dirumuskan secara sistematis, yakni runtut, jelas, mudah dimengerti
serta terhindar dari segala bentuk lompatan logika ataupun pertentangan.
Politik dan Kesadaran
Filsafat politik dan filsafat kesadaran berdiri di dalam
bayang-bayang definisi filsafat di atas. Filsafat politik adalah cabang
dari filsafat yang hendak memahami hakekat dari kehidupan politik
manusia, dan memberikan arahan tentang cara menciptakan politik yang
mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi semua. Filsafat kesadaran adalah
cabang filsafat yang hendak memahami hakekat dari kesadaran manusia.
Keduanya menggunakan metode yang bersifat logis, kritis, rasional,
ontologis dan sistematis.
Filsafat politik hendak menemukan ide dan prinsip yang
memungkinkan adanya masyarakat, atau komunitas, dalam segala bentuknya.
Inilah yang disebut sebagai pendekatan deskriptif di dalam filsafat
politik. Pendekatan ini nantinya berkembang menjadi ilmu-ilmu sosial,
seperti sosiologi, ekonomi, politik, hukum dan ilmu budaya. Namun,
filsafat politik tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga normatif:
ia menawarkan prinsip-prinsip yang memungkinkan suatu komunitas mencapai
perdamaian, keadilan dan kemakmuran bersama.
Dua prinsip yang penting di dalam filsafat politik, yakni
keadilan dan kesetaraan. Ada beragam arti dari konsep keadilan dan
kesetaraan. Filsafat politik hendak mengupas dan mengembangkan beragam
arti tersebut, dan melihat kemungkinan penerapannya di berbagai keadaan.
Dua prinsip ini menjadi nyata, ketika ia menjadi prinsip utama di dalam
berbagai institusi publik yang menata keadaan politik sebuah komunitas.
Filsafat politik juga memiliki ciri kritis. Ia tidak
pernah puas dengan satu jawaban. Tidak ada jawaban final. Yang ada
adalah proses diskusi terus menerus, sehingga pandangannya bisa terus
menyesuaikan dengan keadaan dunia yang terus berubah dengan cepat
sekarang ini.
Institusi dan Kesadaran
Akan tetapi, setelah mendalami beragam pandangan filsafat
politik, saya sampai pada pendapat, bahwa semua teori akan percuma, jika
ia tidak bisa diterjemahkan ke dalam institusi, dan sungguh membawa
perubahan nyata di dalam kehidupan bersama. Artinya, inti dasar dari
filsafat politik adalah pembangunan institusi-institusi di dalam
masyarakan yang mendorong keadilan dan kemakmuran bagi semua. Namun,
bagaimana cara membangun institusi-institusi tersebut?
Satu cara adalah dengan memrumuskan regulasi, atau aturan,
yang tepat. Namun, aturan setepat dan seketat apapun tidak akan mampu
membangun institusi yang cocok untuk pengembangan masyarakat.
Aturan-aturan itu justru akan dipelintir untuk kepentingan-kepentingan
korup tertentu, dan akhirnya mengorbankan kepentingan bersama. Ini sudah
terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Maka, kita perlu pendekatan lain. Aturan dan institusi
yang kokoh tidak dapat dibangun, tanpa adanya manusia-manusia bermutu.
Mutu dalam arti ini adalah etos hidup yang unggul, seperti jujur, rajin,
mau bekerja keras dan bisa bekerja sama. Maka, pembentukan
manusia-manusia bermutu adalah jalan yang perlu dilakukan terlebih
dahulu. Pembentukan manusia bermutu berarti perubahan kesadaran mendasar
pada tingkat pribadi.
Dapat juga dikatakan, bahwa tata institusi tidak akan
pernah mencukupi, tanpa adanya perubahan kesadaran secara mendasar.
Dititik inilah filsafat kesadaran memainkan peranannya untuk menunjang
filsafat politik. Sama seperti filsafat politik, filsafat kesadaran
memiliki dua pendekatan, yakni deskriptif (memahami kesadaran manusia
sebagaimana adanya) dan normatif (membentuk kesadaran manusia, sehingga
bisa sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya). Untuk melakukan dua
hal ini, filsafat kesadaran tidak bisa hanya menimba ilmu dari ilmu
pengetahuan dan filsafat barat saja, tetapi juga dari filsafat timur.
Memahami Kesadaran
Kesadaran manusia bukanlah otaknya. Maka, kesadaran tidak
dapat dipahami dengan pendekatan biologis atau neurologis (saraf)
semata. Kesadaran juga bukanlah semata fenomena empiris yang bisa
ditangkap dengan indera manusia. Lebih dari itu, kesadaran juga bukanlah
semata konsep yang bisa dipahami dengan akal budi manusia.
Penelitian tentang kesadaran, sampai pada titik paling
dalam, menunjukkan, bahwa konsep ini kosong. Tidak ada kesadaran di
dalam diri manusia. Lebih tepat dirumuskan, tidak ada kata dan konsep
yang sanggup menjelaskan makna kesadaran secara memadai. Maka dapat juga
disimpulkan, bahwa memahami kesadaran manusia berarti menyadari
sepenuhnya, bahwa ia kosong secara konseptual.
Di dalam filsafat timur, terutama di dalam tradisi Zen,
memahami kesadaran berarti memahami inti dari seluruh alam semesta,
karena manusia dan alam semesta memiliki substansi kesadaran yang sama.
Maka dari itu, dapat dikatakan, bahwa memahami kesadaran berarti
menjalani perubahan kesadaran. Proses ini berarti menyadari seutuhnya,
bahwa kesadaran bukanlah sebuah rumusan konseptual yang bisa
didiskusikan dengan bahasa dan konsep, melainkan sesuatu yang dialami
seccara langsung sebagai ada, tanpa penjelasan apapun. Ketika orang
menyadari ini, maka ia menjalani perubahan kesadaran mendasar, yang
berarti juga perubahan perilaku, dan perubahan mendasar seluruh
hidupnya.
Kesadaran manusia ada, sebelum segala bentuk pikiran,
konsep, bahasa ataupun kata “kesadaran” itu sendiri. Memahami dan
menyadari ini secara otomatis membawa perubahan mendasar pada cara
berpikir dan cara hidup seseorang. Inilah pendekatan normatif di dalam
filsafat kesadaran. Ketika banyak orang menyadari ini, maka otomatis
hidupnya akan dibaktikan untuk kepentingan bersama, institusi-institusi
yang kokoh bisa berdiri dan keadilan serta kemakmuran bersama bisa
dicapai.
Ada hubungan yang amat erat antara perubahan kesadaran dan
proses pembangunan masyarakat yang adil dan makmur. Filsafat politik
dan semua ilmu sosial tidak akan bisa mewujudkan keadilan dan
kemakmuran, tanpa mendorong perubahan kesadaran mendasar di tingkat
hidup pribadi. Aspek politik dari filsafat kesadaran dan aspek personal
dari filsafat politik inilah yang luput dari beragam kajian di kedua
bidang tersebut.
Komentar
Posting Komentar