Berpikir Sistematik
Pernahkah anda mengalami, bahwa jalan keluar yang anda harapkan dari
sebuah masalah justru melahirkan masalah baru yang lebih besar? Atau,
ketika obat yang anda minum untuk lepas dari sakit justru menciptakan
sakit yang lebih besar, atau sakit yang baru? Anda tidak sendirian.
Banyak ahli di berbagai bidang yang terjebak pada masalah yang sama,
ketika mencoba menyelesaikan beragam masalah di jaman kita, mulai dari
kemiskinan, terorisme sampai dengan pemanasan global.
Salah satu alasan, mengapa ini terjadi adalah, karena kita tidak
melihat masalah secara jernih. Kita hanya melihat masalah sebagai
masalah itu sendiri, seolah tanpa keterkaitan dengan hal-hal lainnya.
Pada titik ini, kita memerlukan sudut pandang baru, yakni pola berpikir
sistemik.
Berpikir sistemik (systems thinking) adalah sebuah upaya
untuk memahami masalah ataupun keadaan dengan berpijak pada teori
sistem. Di dalam pola berpikir sistemik, kita mendekati semua hal
tersebut dari kaca mata keseluruhan, yakni dari kaca mata sistem. Dalam
arti ini, sistem dapat dipahami sebagai kesalingterkaitan segala sesuatu
yang membentuk keseluruhan. Seluruh dunia dapat dilihat sebagai sebuah
sistem besar yang memiliki sistem-sistem kecil sebagai bagiannya.
Kesalingterkaitan
Ada dua hal dasar yang menjadi bagian dari setiap sistem, yakni tanggapan (feedback) dan penundaan (delay).
Kaitan antara tanggapan dan penundaan itu menciptakan beragam perubahan
di sekitar kita, mulai dari sistem politik, ekonomi sampai dengan
sistem tubuh kita yang mempengaruhi kesehatan tubuh maupun batin kita.
Peter Senge, salah satu ahli pengembangan organisasi dari sudut
pandang teori sistem, memahami pola berpikir sistemik sebagai upaya
untuk melihat secara keseluruhan. Artinya, kita diajak untuk melihat
kaitan dan hubungan dari berbagai hal (interconnectedness).
Kita diajak pula untuk melihat pola yang berulang dari berbagai
perubahan yang terjadi, dan tidak hanya terpaku pada potongan-potongan
peristiwa belaka.
Sekitar 50 tahun belakangan ini, pola berpikir sistemik telah
digunakan untuk memahami berbagai bidang kehidupan manusia, mulai dari
politik, bisnis, tata kota sampai dengan cara kerja pikiran manusia.
Pola berpikir sistemik menawarkan sudut pandang baru bagi kita untuk
memahami keterkaitan-keterkaitan yang seringkali tak tampak langsung
pada pandangan pertama. Kesalingterkaitan inilah yang sesungguhnya
merupakan ciri dasar dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Tidak ada satu hal pun yang bisa ada tanpa kaitan dengan hal-hal
lainnya.
Berhasil atau Gagal
Ada beberapa hal yang kiranya bisa kita pelajari dari pola berpikir
sistemik. Yang pertama, sebuah sistem bisa dianggap gagal. Namun,
sebenarnya ia berhasil, karena ia memiliki tujuan yang berbeda dari yang
kita inginkan. Contoh klasik adalah soal pendidikan di Indonesia.
Banyak orang yang melakukan kritik terhadap paradigma maupun sistem
pendidikan di Indonesia. Bagi mereka, pendidikan di Indonesia
ketinggalan jaman, karena tidak mengajarkan kemampuan berpikir mendalam
dan kritis.
Namun, sebaliknyalah yang terjadi. Sistem pendidikan di Indonesia
justru sangat berhasil, karena memang tujuan utamanya bukanlah
menciptakan manusia yang mampu berpikir mendalam dan kritis, melainkan
tenaga kerja siap pakai untuk menduduki posisi-posisi rendah di berbagai
perusahaan yang tidak perlu mampu berpikir mendalam dan kritis. Ini
adalah warisan dari sistem pendidikan Belanda terhadap orang-orang
pribumi di masa penjajahan dahulu. Ini sama sekali belum berubah sampai
sekarang, karena, sejatinya, kita memang masih hidup dalam penjajahan
asing, baik secara politik (Barat), agama (Timur Tengah), ekonomi maupun
budaya.
Ini tentu saja bisa diubah. Kita hanya perlu mengubah seluruh
paradigma dan sistem pendidikan yang sudah ada. Ini usaha yang tidak
mudah, walaupun amat mungkin dilakukan. Kegagalan sebuah sistem ternyata
adalah sebuah keberhasilan, karena kita gagal memahami tujuan
sebenarnya dari sistem tersebut.
Masalah dalam Kesalingterkaitan
Di dalam hidup, kita kerap kali melihat masalah yang terus muncul,
walaupun beragam cara telah dilakukan untuk menyelesaikannya. Ini
terjadi, karena kita belum menggunakan pola berpikir sistemik. Artinya,
kita belum sadar, bahwa sebuah masalah selalu terkait dengan banyak hal
lainnya. Tidak ada masalah yang berdiri sendiri.
Misalnya persoalan kriminalitas. Banyak orang menjadi pelaku
kriminal, karena ditekan oleh keadaan, misalnya kemiskinan. Padahal,
mereka memiliki keluarga yang harus diberi makan dan penghidupan. Jalan
keluar singkatnya adalah dengan memperbanyak jumlah polisi, supaya
meningkatkan keamanan.
Ini jalan keluar yang salah kaprah. Kriminalitas terkait erat dengan
kemiskinan. Kemiskinan terkait erat dengan salah kebijakan pemerintah di
dalam melakukan pembagian kekayaan. Buktinya, ada beberapa orang yang
amat sangat kaya, sementara beberapa orang lainnya harus menjadi pelaku
kriminalitas, guna memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya.
Kesalahan kebijakan terkait dengan mutu para pembuat kebijakan yang
rendah. Kemampuan berpikir mendalam dan kritis mereka amatlah kurang.
Ini terkait dengan masalah pendidikan yang juga salah paradigma, dan
lemah secara sistem. Masalah kriminalitas terkait erat dengan semua
unsur-unsur tersebut.
Tanggapan dan Penundaan
Bagaimana semua unsur diatas saling terhubung, dan mendorong orang
menjadi pelaku kriminalitas? Di dalam teori sistem, semua unsur
terhubung dengan dua pola, yakni tanggapan dan penundaan. Kita bisa
langsung secara jelas melihat, bahwa di dalam kasus kriminalitas di
atas, hubungan yang berlaku adalah hubungan tanggapan.
Ketika para pembuat kebijakan bermental korup dan berpikiran dangkal
memasuki ranah politik, maka kebijakan yang mereka buat pun akan lemah.
Akibatnya, banyak hal menjadi kacau, termasuk kesenjangan sosial yang
begitu besar antara si miskin dan si kaya. Kemiskinan yang akut memaksa
orang memasuki dunia kriminalitas. Keadaan yang satu adalah tanggapan
atas keadaan yang lain. Ada hubungan sebab akibat yang langsung bisa
diurut.
Ini seperti sistem pendingin ruangan. Di dalam sistem ini, ketika
suhu ruangan menurun sesuai yang diinginkan, maka mesin pendingin
ruangan akan berhenti mengeluarkan freon. Namun, ketika suhu mulai
menghangat, mesin pendingin akan secara otomatis menyala. Ini yang
disebut tanggapan, atau feedback.
Namun, kita juga harus sadar, bahwa tanggapan tidak secara otomatis
langsung terjadi. Ada momen tunda yang membuat tanggapan tidak langsung
muncul. Ketika pengangguran meningkat, kriminalitas tidak otomatis
meningkat. Ada hal lain yang mempengaruhi, misalnya kuatnya ikatan
keluarga membuat orang bisa saling menopang satu sama lain, dan
sebagainya.
Penundaan juga terlihat, ketika kita meminum obat. Dampaknya tidak
langsung tampak, melainkan membutuhkan jangka waktu tertentu. Akan
sangat berbahaya, jika orang panik, lalu menambah dosis obat lebih
banyak, sehingga menimbulkan kemungkinan terciptanya penyakit baru.
Momen tunda harus disadari dengan jelas, sehingga orang bisa mengambil
sikap yang tepat di dalam menanggapinya.
Menyelesaikan Masalah
Jika kita mencoba menyelesaikan suatu masalah, tanpa menggunakan pola
berpikir sistemik, maka kemungkinan besar, masalah tersebut tidak hanya
akan berlanjut, tetapi juga membesar, dan menciptakan beragam masalah
baru. Kita bisa menderet begitu banyak contoh dari pola ini. Seringkali,
obat justru lebih buruk daripada penyakit yang hendak diobati. Ini
semua terjadi, karena jalan keluar, atau obat, yang ditawarkan hanya
menyentuh permukaan persoalan, serta mengabaikan akar dari persoalan
tersebut.
Contoh nyata terkait dengan pendidikan anak. Seorang anak terkenal
nakal di sekolah, karena ia hidup di dalam keluarga yang terus
berkonflik. Si ibu meminta dan bahkan memarahi anaknya, supaya ia tidak
nakal lagi. Alih-alih menjadi baik, si anak justru menjadi semakin
nakal. Inilah contoh bagaimana jalan keluar yang dilakukan justru
memperparah masalah.
Pola lainnya seringkali muncul di kalangan pecandu. Mereka
menggunakan narkoba atau alkohol untuk mengurangi tekanan emosional yang
mereka rasakan. Namun, mereka menjadi kecanduan pada narkoba atau
alkohol yang mereka gunakan, dan justru menciptakan tekanan emosional
yang lebih besar. Jalan keluar yang diharapkan justru memperbesar
masalah, dan menciptakan masalah baru.
Dengan pola berpikir sistemik, kita menjadi sadar, bahwa ada hal-hal
yang dapat terjadi di luar dari maksud dan tujuan tindakan kita. Inilah
yang disebut akibat-akibat yang tidak dimaksudkan dari sebuah tindakan (unintended consequences). Kita bisa menghindari ini dengan terus sadar akan pengaruh dari tanggapan maupun penundaan dari tindakan kita.
Pola berpikir sistemik juga mengajarkan kita untuk melihat sesuatu
dalam kaitan dengan hal-hal lainnya. Kita tidak lagi mengira, bahwa
suatu peristiwa terjadi terpisah dari beragam hal lainnya. Kita harus
bisa merancang jalan keluar dalam kesadaran akan keterkaitan banyak hal
tersebut. Kemungkinan besar, masalah yang ada bisa berkurang, atau
justru hilang sama sekali.
Jika seorang pecandu ingin keluar dari kecanduannya, ia harus melihat
secara jernih masalah utama apa yang mencekiknya. Ia tidak bisa
menjadikan alkohol atau narkoba terus menjadi pelarian sementara yang
justru memperbesar masalah. Baru dengan begitu, ia bisa mulai melepaskan
diri dari jaring-jaring masalah yang mencekiknya.
Jalan keluar yang tepat seringkali bertentangan dengan pandangan lama
kita, dan juga pandangan banyak orang. Ia mempertimbangkan keseluruhan
di dalam keterkaitan beragam hal. Dari pertimbangan semacam ini, kita
lalu bisa mengambil langkah yang tepat yang mungkin bertentangan dengan
pola pikir lama, atau pola pikir masyarakat pada umumnya. Kita juga bisa
langsung menghadapi akar masalah, tanpa perlu sibuk terlalu lama dengan
gejala-gejala permukaan yang tak bermakna.
Komentar
Posting Komentar