Kerajaan Tertua di Banten
Kalau
ditanya kerajaan tertua di Indonesia, kebanyakan masyarakat indonesia
akan menjawab kerajaan Kutai. Anggapan itu bahkan merambah ke buku-buku
resmi yang seharusnya didasarkan pada riset dan survey yang serius.
Dalam buku-buku sejarah ataupun buku-buku pintar yang banyak beredar di
pasaran, Kutai telah dianggap sebagai Kerajaan tertua di Indonesia.
Kerajaan yang bisa
disebut Kerajaan Kutai sebenarnya ada dua, Kutai Martadipura dan Kutai
Kertanegara. Kutai Martadipura adalah kerajaan hindu yang diperkirakan
berdiri sekitar abad ke 4 dan 5. Raja pertamanya adalah maharaja
Kudungga.
Kerajaan Kutai
Kertanegara sendiri baru berdiri pada awal abad ke-13. Kerajaan baru di
Tepian Batu atau Kutai Lama ini raja pertamanya, Aji Batara Agung Dewa
Sakti (1300-1325).
Dengan adanya dua
kerajaan di kawasan Sungai Mahakam ini tentunya menimbulkan friksi
diantara keduanya. Pada awal abad ke-16 terjadilah peperangan besar
diantara kedua kerajaan Kutai ini. Kerajaan Kutai Martadipura berakhir
saat raja terakhirnya yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum
Panji Mendapa.
Kembali ke pertanyaan
awal, sebenarnya kerajaan apa yang layak disebut kerajaan tertua di
Indonesia atau Nusantara. Tercatat ada sebuah kerajaan yang memiliki
peninggalan tertulis cukup tua, yaitu kerajaan Tarumanegara.
Tarumanagara atau Taruma
adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah yang sekarang
menjadi provinsi Banten, Jawa Barat dan Jakarta pada abad ke-4 hingga
abad ke-7 M.
Bukti-bukti tentang
kerajaan ini tersebar luas di daerah banten, tapi sumber utama bukti
keberadaan Taruma adalah 7 prasasti yang ditemukan di jawa barat. Dari
prasasti-prasasti ini diketahui bahwa Kerajaan Tarumanegara dibangun
oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman tahun 358 M.
Kebudayaan Tarumanegara
sudah tinggi, seperti tercantum dalam prasasti Tugu, yang menjelaskan
tentang penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya
(tahun 417). Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan raja-raja
tarumanegara untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering
terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi
pada musim kemarau. Konsep ‘banjir kanal’ yang dianggap pemecahan
masalah banjir di jakarta saat ini, ternyata sudah dipikirkan oleh
raja-raja Tarumanegara.
Tapi apakah kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan tertua di Indonesia? Pertanyaan itu lagi-lagi tidak bisa langsung disetujui.
Pernahkah dengar Salakanagara? Dalam naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi
Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran
Wangsakerta) dikisahkan bahwa Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara
adalah menantu Raja Dewawarman VIII, penguasa Salakanagara. Karena itu
dianggap Salakanagara sudah ada sebelum Tarumanagara.
Kerajaan Salakanegara,
berdasarkan Naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara diperkirakan
merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Konon, kota ini
disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk
Lada Pandeglang. Argyre digambarkan sebagai sebuah kerajaan kota (polis)
yang merupakan tempat perdagangan dan pertanian yang makmur.
Tokoh awal yang berkuasa
di sini adalah Aki Tirem. Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman
yang berasal dari India. Ia mula-mula menjadi duta negaranya (India) di
Pulau Jawa, kemudian menjadi menantu Aki Tirem atau Sang Aki Luhurmulya
atau Angling dharma. Istrinya atau anak Aki Tirem bernama Pwahaci
Larasati. Saat menjadi raja Salakanagara, Dewawarman I ini dinobatkan
dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara.
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi
pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Kalau Salakanagara telah
tercatat dalam catatan Ptolomeus tahun 150, bisa diartikan bahwa
Salakanagara adalah kerajaan pertama di Nusantara yang bisa dibuktikan
melalui peninggalannya. Sayang keberadaannya memang masih diperdebatkan,
karena peninggalannya tak ada yang dalam bentuk prasasti. Kebanyakan
peninggalannya berupa situs pertanian atau religius. Bagaimanapun,
keberadaan kerajaan ini patut dijadikan catatan dalam perjalanan sejarah
Indonesia, apalagi jika kita ingin menjawab pertanyaan mengenai
kerajaan tertua di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar