Filsafat Pancasila
A. Pengertian
Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu
yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Secara etimologis istilah
“filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan
“sophos” yang artinya “ hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasotion,
1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta
kebijaksanaan.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu :
1.
Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
2.
Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai
pandangan hidup
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti praktis. Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia.
B. Pengertian
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pembahasan
mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat
dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
a.
Cara deduktif
yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya
secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
b.
Cara induktif
yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala
itu.
Pancasila yang terdiri atas lima
sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem adalah suatu kesatuan
bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, ciri-ciri
sistem yaitu sebagai berikut :
1. Suatu
kestuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling
berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan system)
5. Terjadi
dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Sila-sila pancasila yang merupakan
sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling
berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa
dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Pancasila pada hakikatnya merupakan sutu
system, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan
secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila
sebagai suatu system juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung
dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesam manusia, dengan masyarakat
bangsa yang nilai-nilainya telah dimiiki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian
pancasila merupakan suatu system dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana
system filsafat lainnya antara lain materlialisme, idealism, rasionalisme
liberalism, sosialisme dan sebagainya. Pancasila sebagai suatu system filsafat
bersifat khas dan berbeda dengan system-sistem filsafat lainnya misalnya
lieralisme, materialisme, komunisme dan aliran filsafat yang lainnya.
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1. Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk
piramidal. Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu
rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari
sila-sila dimukanya. Secara ontologisme kesatuan sila-sila pancasila sebagai
suatu system bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut
: bahwa hakikat adanya tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai
Causa Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada
karena diciptakan tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila 1).
Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara
adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama
yang anggotanya adalah manusia(sila 2). Maka negara adalah sebagai akibat
adanya manusia yang bersatu (sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan hidup
bersama yang disebut rakyat. Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negara
disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas
individu-individu dalam negara yang bersatu (sila 4). Keadilan pada hakikatnya
merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan
keadilan social (sila 5)pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup
bersama yang disebut negara ( lihat Notonagoro, 1984 : 61 dan 1975 : 52, 57)
2. Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang saling mengisi dan saling
megkualifikasi
Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan dalam
hubugannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis
piramidal tadi. Tiap-tiap sila dalam pancasila saling mengkualifikasi antara
sila yang satu dengan sila yang lainnya.
D. Kesatuan Sila-sila Pancasila
sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan
sila-sia pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar antologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Kesatuan
sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk
menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila dalam pancasila dalam urutan-urutan
luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila
Pancasila itu dalam arti formal logis.
1. Dasar Ontologis sila-sila Pancasila
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki
hakikat mutlak monopluralis, oleh
karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila
adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia (Notonagoro, 1975: 23).
Manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak yaitu terdiri atas susunan
kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rokhani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia
dan sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah
maka secara hieraekhis sila pertama Ketuhanan
Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang
lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
Hubungan
kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa
hubungan sebab – akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan,
manusia, satu, rakyat dan adil sebgai pokok pangkal hubungan. Landasan
sila-sila pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebgai
sesab adapun negara adalah sebagai akibat.
2. Dasar
Epistemologis Sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya.
Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya
yaitu filsafat pancasila (Soeryanto, 1991 : 50). Oleh karena itu dasar
epistemologis pancasila tidak dapat dipisahkan degan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka
dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu
bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia
(Pranarka 1996 : 32).
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu
: pertama, tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran
pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984 :
20).
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila dan susunan pengetahuan
pancasila. Tentang sumber pengetahuan pancasila, sebagai mana dipahami bersama
bahwa sumber pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan
perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan
oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dengan kata lain
perkataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa matereais pancasila.
Sebagai suatu system pengetahuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat
formal logi baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti
sila-sila pancasila. Susan kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat
hierarkis dan berbentuk pyramidal,dimana sila pertama pancasila mendasari dan
menjiwai keempat sila lainnya sera sila kedua didasari sila pertama serta
mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai
sila-sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama,
kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima
didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, etiga, dan keempat. Demikianlah maka
susunan sila-sila pancasila memiliki system logis baik yang menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis pancasila juga menyangkut isi
arti sila-sila pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu : pertama, isi arti pancasila yang
umum universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Isi arti sila-sila pancasila
yang umum universal ini merupakan intisari atau esensi pancasila shingga
merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam
berbagai bidang kehidupan kongkrit. Kedua,
isi arti pancasila yang kolektif, yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman
kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasiila yang bersifat
khusus dan kongkrit yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praksis dalam
berbagai kehidupan ehingga memeliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis
(lihat notonegoro, 1975 : 36, 40).
Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar
pijak epistemology pancasila. Menerut pancasila bahwa hakikat manusia adalah
monopluralis yaitu hakikat manusia ang memiiki unsur-unsur pokok yaitu susunan
kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani). Tingkatan hakikat
raga manusia adalah unsure-unsur : fisis anorganis, vegetative, animal. Adapun
unsure jiwa (rohani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia
yaitu : akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan
kebenaran pengetahuan manusia. Menurut
notonegoro dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya
dengan pengtahuan akal manusia merupakan sumber daya cipta manusia dan dalam
kaitannya degan upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat
tingkat-tingkat pemikiran sebagai : memories, reseptif, kritis, dan kreatif.
Adapun potensi atau daya untuk meresapkn pengetahuan atau
dengan lain perkataan transformasi pengethuan terdapat tngkatan sebagai berikut
: demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan
ilham (Notonegoro, tanpa tahun: 3). Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya
adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama
pancasila epistemology pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat
mutlak hal ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Kebenaran dalam
engetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yg tertinggi yaitu kebenaran mutlak. Selain it dalam sila
ketiga yaitu persatuan indnesia, sila keempat. Maka epistemology pancasila juga
mengakui kebenaran consensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan social. Sebagai suatu paham epistemology
maka pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas
kodrat manusia serta moralitas relegius dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu
kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pada
pancasila pada hakikatya juga merupakan suatu kesatuan.
Berbagai macam teori tentang nilai sangat bergantung pada titik tolak dan
sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan dan hierarkhinya.
a.
Teori
Nilai
Max scheler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak
sama luhurnya dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat
dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1.
Nilai-nilai
Kenikmatan
2.
Nilai-nilai
Kehidupan
3.
Nilai-nilai
Kejiwaan
4.
Nilai-nilai
Kerohanian
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan
kelompok yaitu:
1.
Nilai-nilai
Ekonomis
2.
Nilai-nilai
Kejasmanian
3.
Nilai-nilai
Hiburan
4.
Nilai-nilai
Sosial
5.
Nilai-nilai
Watak
6.
Nilai-nilai
Estetis
7.
Nilai-nilai
Intelektual
8.
Nilai-nilai
Keagamaan
Notonagoro
membagi nilai menjadi tiga yaitu:
1.
Nilai
Material
2.
Nilai
Vital
3.
Nilai
Kerohanian, yang terdiri dari empat macam yaitu:
a)
Nilai
Kebenaran
b)
Nilai
Keindahan
c)
Nilai
Kebaikan atau Nilai Moral
d) Nilai Religius
b. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Isi
arti sila-sila pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas, hakikat
pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila pancasila,
sebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar
negara yaitu bersifat umum kolektif serta aktualisasi pancasila yang bersifat
khusus dan kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila
pancasila (substansi pancasila) adalah merupakan nilai-nilai, sebagai pedoman
negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi
kongkrit pancasila.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila V pancasila merupakan
cita-cita, harapan, dambaan bagsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam
kehidupanya. Nilai-nilai itu selalu didambakan, dicita-citakan bangsa Indonesia
agar terwujud dalam masyarakat yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah
loh jinawi, dengan penuh harapan diupayakan terealsasi dalam sikap, tingkah
laku dan perbuatan manusia Indonesia. Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa
Indonesia, pancasila merupakan Sein im Sollen. Ia merupakan harapan, cita-cita
tetapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa indonesia.
Pancasila
itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling
berhubungan sangat erat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari
nilai yang lainnya.
E.
Pancasila Sebagai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara
Republik Indonesia
1. Dasar
Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai
filsafat hidup bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat sistematis. Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemaanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga dari negara sebagai persekutuan hidup adalah
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa ( hakikat sila
pertama ). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk terwujudnya suatu negara sebagai organisasi hidup manusia
maka harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa
(hakikat sila ketiga). Terwujudnya
kesatuan dalam suatu negara akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang
hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. Sehingga dalam hidup kenegaraan itu
haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan
negara. Maka harus suatu keharusan bahwa negara harus bersifat demokratis hak
serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik sebagai individu maupun secara
bersama (hakikat sila keempat). Untuk
mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya
maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh
warganya, sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan
suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial)
hakikat sila kelima. Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi
kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila
adalah bersifat objektif dan juga subjektif. Artinya esensi nilai-nilai
Pancasila adalah bersifat universal yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Kedilan. Sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain
walaupun barangkali namanya bukan Pancasila. Artinya jikalau suatu negara
menggunakan prinsip filosofi bahwa negara berketuhanan, berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan, maka negara tersebut pada
hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai
Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya
hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum
universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2.
Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa
dalam kehidupan bangsa indonesia dan juga pada bangsa lain baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.
Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut
ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok faidah yang fundamental negara
sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu,
dalam hierarkhi suatu tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
yang tertinggi.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan
bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa
Indonesia itu sendiri. Pengertian itu dapat diartikan sebagai berikut :
1.
Nila-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil
pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2.
Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup)
bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai
sumber nilai atas kebenaran,kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh
nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius, yang menifestasinya sesuai
dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa (lihat
darmodihardjo, 1996).
Dengan perkataan lain bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau cita-cita tentang
kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2. Nilai-nilai
sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara
Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar, secara objektif merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur
yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal
18 agustus 1945 yang telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri
negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar
filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana telah ditetapkan dalam
ketetapan No. XX/ MPRS/1996.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai
Pancasila mengandung empat pokok fikiran yang bilamana dianalismakna yang
terkandung didalamnya yang tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran
dari Pancasila.
Pokok
fikiran yang pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan
penjabaran sila ketiga.
Pokok
fikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan
kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Pokok fikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok
fikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara
indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini
sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok
fikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti
bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam pergaulan
hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Selain itu bahwa nilai-nnilai Pancasila juga merupakan suatu
landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal ini ditegaskan dalam pokok
fikiran keempat yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam
segala aspek kehidupan negara, antara lain pemerintah negara, pembangunan
negara, pertahanan dan keamanan negara, politik negara srta pelaksanaan
demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan.
Selain itu dasar Fundamental moral dalam kehidupan kenegaraan tersebut juga
meliputi moralitas para penyelenggara negara dan seluuh warga negara.
F.
Pancasila Sebagai Idiologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah idiologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti
‘gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan logos’ yang bererti ‘ ilmu’.
Kata ‘idea’ berasal dari kata Yunani ‘eidos’ yang artinya ‘bentuk’. Disamping
itu ada kata ‘idein’yang artinya ‘melihat’. Maka secara harfiah, ideologi berarti
ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’
disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita
yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap
itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Sebagai suatu ideologi
bangsa dan negara Indonesia Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat,
nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut
kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
G.
Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem
filsafat. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai
berikut.
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan
menjiwai keempat sila lainnya. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung
nilai bahwa negara yangdidirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Demikian kiranya nilai-nilai etis yang
terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dengan sendirinya sila
pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
Sila kemanuiaan yang adil dan beradab secara sistematis
didasaridan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan
menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai
bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegarran terutama dalam
pengaturan perundang-undangan negar harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai
hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh
moral kemanusiaan antra lain dalam kehidupan pemerintahan negara, polittik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan
keagamaan. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena
terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(Darmodihardjo, 1996 ). Demikianlah kemudian berikutnya nilai-nilai tersebut
harus dijabarkan dalamsegala aspek kehidupan negara termasuk juga dalam
berbagai kebijakan negara sebagai realisasi pembangunan nasional.
3. Persatuan
Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan
suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila Persatuan Indonesia
terkandung nilai baheewa negara adalah sebagai penjelmaan sift kodrat manusia
monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah
merupakan suatu persekutuan hidup bersama- diantara elemen-elemen yang membentuk
negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam
suatu persatuan yang diluiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras,
individu maupun golongan agama. Meengatasi dalam arti memberikan wahana atas
tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Nilai persatuan Indonesia
didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang
Adil dan Berab. Hal ini terkandung bahwa nilai nasionalisme Indonesia Indonesia
adalah nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Yang
Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.
4. Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan didasari oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Persatuan
Indonesia, dan mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Negara adalah dari oleh untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung
nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara.
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Parwakilan.
Maka
dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam
kehidupan bersama (kehidupan soaial).
Keadilan tersebut didasri dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu
keadilan keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hunbungan
manusia dengan Tuhannya.
Nilai-nilai
tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan
prisip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar
bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap
bangsa, perdamaian abadi serta dalam keadilan hidup bersama (keadilan sosial).
H.
Pancasila Sebagai Dasar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Setiap bangsa di dunia senantiasa memiliki cita-cita serta
pandangan hidup yang merupakan suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah
yang dihadapi oleh bangsa tersebut. Ernest Renan dan Hans Khons sebagai suatu
proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga unsur kesatuan atau
nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa
tersebut. Hal inilah dalam wacana ilmiah dewasa ini diistilahkan bahwa pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Istilah ‘paradigma’ pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan, terutama dala kaitannya dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut yaitu Thomas S. khun
dalam bukunya yang bertitel The Structure
of Scientific Revolution (1970: 49). Inti
saripengertian ’paradigma’ adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoristis yang umum yang merupakan suatu sumber nilai.
Berdasarkan hakikatnya manusia dalam kenyataan objektivnya
bersifat ganda bahkan multidimensi. Atas dasar kajian ilmu sosial tersebut kemudian
dikembangkanlah metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma
ilmutersebut, maka berkembanglah metode kualitatif. Dalam masalah yang populer
iniistilah ‘paradigma’ berkembang menjadi suatu terminologi yang mengandung
konotasi pengertian sumber nilai, kerangka fikir, orientasi dasar, sumber asas
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu
bidang tertentu termasuk dalam bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
Negara adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial
(natonogoro, 1975), yang senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan
geografis sebagai ruang tempat bangsa tersebut hidup. Akan tetapi harus diingat
bahwa manusia kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
oleh karena itu dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan tidak
dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Secara rinci filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan adalah merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal
ini didasarkan pada satu realitas bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai
pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya ciri khas sifat,
serta karakter bangsa Indonesia tercermin daam suatu sistem nilai filsafat
Pancasila. Selain itu filsafat Pancasila merupakan dasar Negara dan Konstitusi
( UUD Negara ) Indonesia, sebagaimana telah diketahui filsafat Pancasila
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, memiliki konsikuensi sagala peraturan
perundang-undangan dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.Dengan perkataanlain
Pancasila merupakan sumber hukum dasar
Indonesia, sehingga seluruh peraturan hukum positif Indonesia diderivasikan
atau dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
Sebagai suatu negara demokrasi kehidupan kenegaraan Indonesia
mendasarkan pada rule of law, karena Negara didasarkan pada tem
konstitusionalisme. oleh karena itu, dalam hubungannya dengan pelaksanaan demokrasi
baik secara normatif maupun praksis, harus mendasarkan pada kondisi objektif
bangsa yang memiliki pandangan hidup filsafat Pancasila. Pelaksanaan demokrasi
di Indonesia harus berlandaskan Pancasila, dalam arti demokasi tidak bersifat
individualistik, tidak bersifat sekuler karena demokrasi di Indonesia harus
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kedua Pancasila adalah ‘kemanusiaan yang adil dan
beradab’ yang secara filosofis menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan negara perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia, menjadi suatu keharusan. Pancasila juga merupakan dasar dan
basis geopolitik dan geostrategi Indonesia. Sebagaimana dipahami bahwa
geopolotik diartikan sebagai politik atau kebijaksanaan dan strategi nasional,
Indonesia.
Wawasan nusantara dilandasi oleh kebangsaan Indonesia, dan
hal itu dilambangkan secara literal pada lima sila garuda Pancasila, serta
seloka Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai konsekuensi dari konsep geopolitik
Indonesia, maka Pancasila merupakan dasar filosofi geostrategi Indonesia.
Geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi,
sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, melalui proses pembangunan
nasional dengan memanfaatkan geopolitik Indonesia. Dengan pancasila sebagai
dasarnya, maka pembangunan Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.
Komentar
Posting Komentar