CIRI - CIRI INSAN KAMIL
Untuk mengetahui ciri-ciri Insan
Kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang
keilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi
Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat
dijumpai pada pendapat kaum Mu’tajzilah. Menurutnya manusia yang akalnya
berfunsi secara optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti
adil, jujur, berakhlak sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan hal
semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi
akalnya sudah merasa wajib melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang
demikianlah yang dapat mendekati tingkat insan kamil. Dengan demikian insan
kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena
hal itu telah terkandung pada esensi perbuatan tersebut.
2.
Berfungsi Intuisinya
Insan Kamil dapat juga dicirikan
dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan
Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang
berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir
menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan.
3. Mampu
Menciptakan Budaya
Sebagai bentuk pengamalan dari
berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai insan, manusia yang
sempurna adalah manusia yang mampu mendayagunakan seluruh potensi rohaniahnya
secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat
semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya
itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian
terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam
ini melahirkan peradaban.
Tetapi dalam kacamata Ibn
Khaldun, kelengkapan serta kesempurnaan manusia tidaklah lahir dengan begitu
saja, melainkan melalui suatu proses tertentu. Proses tersebut sekarang ini
dikenal dengan revolusi.
4.
Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan
Manusai merupakan makhluk yang
mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). Ia cenderung kepada hal-hal yang berasal
dari Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut membuat ia menjadi wakil
Tuhan di muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang demikian itu merupakan
gambaran ideal. Yaitu manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik
sebagai kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang
memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang
bebas.
5.
Berakhlak Mulia
Insan kamil juga adalah manusia
yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang
mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek
kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika
dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan
kreativitas. Manusia yang ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak
yang briliyan sekaligus memiliki kelembutan hati. Insan Kamil dengan kemampuan
otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala
sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dan kelemahan.
6.
Berjiwa Seimbang
Menurut Nashr, bahwa manusia
modern sekarang ini tidak jauh meleset dari siratan Darwin. Bahwa hakikat
manusia terletak pada aspek kedalamannya, yang bersifat permanen, immortal yang
kini tengah bereksistensi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya yang teramat
panjang. Tetapi disayangkan, kebanyakan dari merekan lupa akan immortalitas
yang hakiki tadi. Manusia modern mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar,
yang bersifat ruhiyah, sehingga mereka tidak akan mendapatkan ketentraman
batin, yang berarti tidak hanya keseimbangan diri, terlebih lagi bila
tekanannya pada kebutuhan materi kian meningkat, maka keseimbangan akan semakin
rusak.
Kutipan tersebut mengisyaratkan
tentang perlunya sikap seimbang dalam kehidupan, yaitu seimbang antara
pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual atau ruhiyah. Ini berarti
perlunya ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan pengamalan syari’at
Islam, terutama ibadah, zikir, tafakkur, muhasabbah dan seterusnya.
Komentar
Posting Komentar